Sabtu, 12 Maret 2011

Adab-Adab Hati

Adab-adab Hati
a. Jujur
  • Jujur
Seorang Muslim harus jujur, tidak suka berdusta. Berani mengatakan yang benar, meskipun mengandung resiko bagi dirinya, tanpa takut celaan orang. Dusta merupakan salah satu sifat buruk dan tercela serta merupakan pintu gerbang menuju godaan-godaan syetan. Menjaga diri dari dosa dusta, akan menciptakan imunitas dalam jiwa yang melindungi dari bisikan dan godaan syetan, sehingga ia tetap di dalam kebersihan, kesucian dan ketinggiannya.

“Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan (ta’at) dan kebaikan itu membawa ke sorga. Dan seseorang membiasakan dirinya berkata benar hingga tercatat di sisi Allah siddiq. Dan dusta membawa kepada dosa sedang dosa membawa ke neraka. Dan seseorang suka berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari, Muslim)
Manusia yang selalu melatih diri untuk kebaikan, akhirnya kebaikan itu menjadi tabi’at kebiasaannya. Dan apabila telah menjadi demikian, maka mudahlah ia melakukannya.
“Tinggalkan apa yang kau ragu-ragukan dan kerjakan apa yang tidak kau ragu-ragukan. Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan dusta itu menimbulkan keragu-raguan.” (HR. Tirmidzi.)

Perintah kepada orang-orang beriman agar berteman dengan orang-orang yang jujur :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah 9:119)

  • Tidak Dusta
“Tanda orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dan sesungguhnya orang-orang munafik akan dilemparkan ke dalam kerak api neraka.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An Nisa 4:145)
Bersabda Rasulullah saw.: Siapa yang mengambil hak seorang muslim dengan sumpah palsunya, maka Allah telah mewajibkan baginya neraka, dan mengharamkan dari sorga. Seorang bertanya: Walaupun barang sedikit ya Rasulullah? Jawab Nabi: Walau sekecil batang kayu arok (sikat untuk gosok gigi)

Mengambil hak orang lain itu sudah berdosa, maka kalau pengambilan itu disertai dengan sumpah palsu, yang berarti orang itu merasa seolah-olah barang yang diambil itu telah menjadi halal baginya, karena telah menang perkara dengan sumpah palsunya, maka Allah akan menetapkan baginya neraka dan mengharamkannya dari sorga.

b. Adil
  • Adil
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu (untuk) menyam-paikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguh-nya Allah Memberi Pengajaran yang sebaik-baiknya kepada-mu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An Nisa’ 4:58)

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berbuat yang tidak adi. Beraku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah 5:8)

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak Memikulkan Beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah Janji Allah. Yang demikian itu Diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al An’am 6:152)


Adil yang dikenal oleh individu muslim dan masyarakat Islam adalah keadilan hakiki yang penuh ketulusan, tidak berat sebelah meskipun terhadap musuh yang sangat dibenci. Harus ditegakkan keadilan yang tidak pandang bulu, sekalipun menghadapi sanak saudara/keluarga atau orang-orang yang disegani.

Rasulullah SAW telah memberikan contoh dalam hal bertindah adil :
Ketika datang Usamah bin Zaid mengusulkan agar diberikan keringanan hukuman bagi seorang perempuan dari Bani Mahzum yang mencuri, padahal Rasulullah SAW bermaksud untuk memotong tangannya. Rasulullah bersabda kepada Usamah: “Apakah Anda bermaksud hendak meringankan (membebaskan) hukuman terhadap seorang yang telah menjadi ketentuan Allah, Hai Usamah? Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dalam sejarah Islam pernah terjadi kasus hilangnya baju besi Ali bin Abi Thalib r.a. yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Seorang Yahudi dicurigai sebagai pencurinya. Ali bin Abi Thalib dan Yahudi itu dihadapkan ke muka pengadilan. Di depan pengadilan yang dipimpin oelh Syuraih, khalifah Ali tidak dapat memberikan kesaksian atau bukti yang jelas tentang keterlibatan si pencuri, walau sebenarnya barang bukti curian (baju besi) itu dilihat dari ciri-cirinya jelas milik khalifah. Tetapi karena bukti tidak kuat, maka hakim tidak dapat menghukum si Yahudi, malah dalam pengadilan itu khalifah kalah dan si tertuduh bebas. Melihat betapa adilnya hukum Islam si Yahudi yang memang telah mencuri baju besi itu tergetar hatinya. Akhirnya dia mengakui bahwa dialah pencurinya, baju besi itu dikembalikannya kepada Ali, dia sendiri masuk Islam.
Karena itulah, seorang muslim dituntut untuk selalu berbuat adil baik dalam ucapan maupun dalam tindakan. Sikap adil merupakan akar yang kuat di dalam masyarakat dan melambangkan kesucian akidah.

  • Jangan Zhalim
“Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari Kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.” (Al Mu’min 40:18)

Rasulullah saw. bersabda: Awaslah kamu daripada aniaya (zhalim), karena zhalim itu merupakan kegelapan di hari qiamat, dan awaslah dari kikir karena kikir itulah yang telah membinasakan ummat-ummat yang sebelum kamu. Mendorong mereka hingga menumpahkan darah dan menghalalkan semua yang haram.” (HR. Muslim)
Firman Allah dalam hadits Qudsi :
“Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharam-kan kezaliman (berbuat zalim) pada diri-Ku, dan Aku jadikan sebagai perbuatan haram bagi kaiam, maka itu janganlah kalian berbuat zalim.” (HR. Muslim) Allah sendiri telah mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Nya, padahal Dia Al Khalik, Zat yang paling berhak Menyombongkan diri-Nya. Apakah pantas bagi seorang muslim yang selalu berpegang teguh pada tali diennya (Islam) itu hendak berbuat zalim ?
Rasulullah saw. bersabda: Sungguh pasti semua hak akan dikembalikan pada yang berhak pada hari qiamat, hingga kambing yang tidak bertanduk diberi hak (kesempatan) membalas pada kambing yang bertanduk.” (HR. Muslim)

Yaitu yang dahulu di dunia pernah ditanduk dan belum dapat membalas-nya, maka pembalasan menurut keadilan telah dituntut dari binatang yang tidak berakal dan bagi yang berakal tentu lebih pasti.
Bersabda Nabi saw.: Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya pada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera minta halal (ma’af)nya sekarang juga sebelum datang suatu hari yang tiada harta dinar atau dirham, jika ia mempunyai amal salih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya. (HR. Bukhari, Muslim)

Penganiayaan (perbuatan zhalim) dapat berupa: caci maki, tipuan, ghibah, copetan dan segala gangguan dalam badan atau kekayaan atau kehormatan dsb.
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya, tidak mengecewakannya. Dan barangsiapa yang memperhatikan keperluan saudaranya, pasti Allah akan memperhatikan keperluannya. Dan barangsiapa yang melepaskan kesulitan seorang muslim, pasti Allah akan melepaskan kesulitan orang itu dari berbagai kesulitan di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib dan rahasia) seorang muslim, pasti Allah akan menutupi rahasia (aib) orang itu di hari kiamat” (HR. Bukhari)
 
c. Komit
  • Komit
“… dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra’ 17:34)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai Saksi-mu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An Nahl 16:91)

“Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengata-kan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaaf 61:3-4)

Balasan terhadap yang melanggar janji :
“Bahwasannya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan Memberinya Pahala yang besar.” (QS. Al-Fath 48:10)

  • Jauhi Nifaq
Berkata Rasulullah saw. bersabda: Empat sifat, siapa yang lengkap ada pada dirinya maka ia munafiq betul-betul. Dan siapa yang mempunyai salah satu daripadanya; maka berarti mempunyai salah satu sifat munafiq hingga ditinggal-kannya. Jika dipercaya khianat. Bila bicara dusta. Jika berjanji ia menyalahi dan bila berdebat (bertengkar) melam-paui batas. (HR. Bukhari, Muslim)

Dalam riwayat Muslim disebutkan : sekalipun orang itu berpuasa, shalat dan mengaku bahwa dirinya seorang muslim!

d. Amanat
  • Amanat
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan (mengembalikan) amanat kepada yang berhak (ahlinya).” (QS. An-Nisa’ 4:58)
  • Jangan Khianat
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang diperca-yakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal 8:27)
“… Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal 8:58)
“Tanda orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)


e. Tawadhu’
  • Tawadhu’
Terutama dikalangan saudara-saudaranya sesama Muslim. Jangan hen-daknya ia membeda-bedakan antara yang kaya dengan yang miskin. Rasu-lullah saw. sendiri pernah berlindung kepada Allah dari sifat sombong.
“Hai sekalian orang yang beriman, siapa yang murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan kaum yang kasih kepada Allah, dan dikasihi oleh Allah, merendah diri kepada sesama kaum mu’min; keras hati terhadap orang kafir.” (Al-Maidah:54)

“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami Berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu) dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl 16:88)


“Negeri akhirat itu, Kami Jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash 28:83)
Bersabda Rasulullah saw. :Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada saya: Bertawadhu’ (merendah dirilah) hingga seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.” (HR. Muslim)
“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)

Anas r.a. berkata: Biasa unta Nabi saw. yang bernama Al’adhba tidak pernah dapat dikejar, tiba-tiba pada suatu hari ada seorang badwi berkendaraan unta yang masih muda dan dapat mengejar unta Al’adhba itu, hingga kaum muslimin merasa jengkel, lalu Rasulullah saw. bersabda: Layak sekali bagi Allah, tiada sesuatu di dunia ini yang akan menyombongkan diri melainkan direndahkan oleh-Nya. (HR. Bukhari)


  • Jangan Sombong
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (HR. Luqman 31:18)

Bersabda Nabi saw.: Tiada masuk ke sorga, siapa yang di dalam hatinya ada seberat dzarrah (atom yang kecil) dari sombong. Maka seorang berkata: Adakalanya seorang itu suka berpakaian bagus. Sabda Nabi saw.: Sesungguhnya Allah indah dan suka keindahan. Sombong itu ialah menolah hak kebenaran dan merendahkan orang. (HR. Muslim)


Haritsah bin Wahab r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sukakah saya beritahukan kepadamu orang-orang ahli neraka? Ialah tiap-tiap orang yang kejam, rakus dan sombong. (HR. Bukhari, Muslim)
“Ketika seorang berjalan dengan pakaian yang indah, bersisir rambut dengan sombong dan congkak jalannya. Tiba-tiba Allah membinasakannya, hingga ia timbul tenggelam di tanah sampai hari qiamat (ialah Qorun di zaman Musa a.s.) (HR. Bukhari, Muslim)

Kisah Qarun dan kekayaannya yang harus menjadi pelajaran bagi manusia:

“Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah Menganuge-rahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kunci-nya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang terlalu membangga-kan diri.” Dan carilah pada apa yang telah Dianugerahkan Allah kepa-damu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat Baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata, “Sesungguh-nya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah sungguh telah Membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpul-kan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguh-nya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, Pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh Pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar.” Maka Kami Benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak aa baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap Azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al Qashash 28: 76-81)

  • Balasan bagi orang yang sombong :
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang pada malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap Ayat-ayat-Nya.” (QS. Al An’am 6:93)
“Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. Al Baqarah 2:206)

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. DemikianlahKami Memberi Pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” (QS. Al-A’raf 7:40)
Tidak akan dibukakan pintu langit maksudnya doa dan amal mereka tidak diterima Allah.
 
f. Pemaaf

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf 7:199)

“Dan bersegeralah kamu kepada Ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah Menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran 3:133-134)


Bersabar dan memberi maaf lebih baik daripada mengambil pembalasan : (pahala bagi orang yang memberi maaf)

“Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada Sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari Rezeki yang Kami Berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak Menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya, orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zaalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesung-guhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy Syura 42:36-43)

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kamu kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada Jalan Allah dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah Mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nur 24:22)

“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)


“Bukan seorang yang kuat itu, yang kuat bergulat. Tetapi orang yang sungguh kuat, yaitu yang dapat menahan hawa nafsu ketika marah.” (HR. Bukhari, Muslim)

Keteladanan Nabi SAW. :

Aisyah r.a. bertanya kepada Nabi saw.: Pernahkah terjadi padamu suatu hari yang lebih berat daripada penderitaanmu ketika perang Uhud? Jawab Nabi saw.: Saya telah menderita beberapa kejadian dari kaummu dan yang terberat yaitu hari Aqobah ketika saya berpropaganda kepada Ibnu Abd Yalail bin Abd Kulal, yang mana tidak seorangpun dari mereka yang menyambut ajaranku. Maka saya kembali dengan hati yang kesal, hingga seolah-olah saya berjalan dengan tidak sadar, hanya ketika telah sampai di Qarnitstsa’alib, di situ baru saya sadar dan mengangkat kepalaku ke langit, di mana saya melihat awan di atasku, tiba-tiba Malaikat Jibril memanggil saya sambil berkata: Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan kini telah mengutus Malaikat penjaga bukit untuk menurut segala perintahmu. Kemudian terdengar suara Malaikat penjaga bukit memberi salam sambil berkata: Ya Muhammad, Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan saya penjaga bukit dipe-rintah oleh Allah menurut segala kehendakmu. Maka perintahlah saya sesukamu. Kalau kau suka saya dapat merobohkan dua bukit yang terbesar di daerah kota Mekkah (bukit Al’akhsyabain). Jawab Nabi saw.: Tetapi saya masih mengharap semoga Allah mengeluarkan dari turunan mereka orang-orang yang beribadat kepada Allah dan tidak menye-kutukan pada-Nya sesuatu apapun. (HR. Bukhari, Muslim)

Kamis, 10 Maret 2011

Tujuan Menuntut Ilmu

Tujuan hakiki menuntut ilmu

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Menuntut ilmu agama untuk menghilangkan kejahilan diri sendiri dan orang lain merupakan jalan yang mulia lagi praktis meraih surga sebagaimana sabda Rasululloh alaihisolatu wasasalam:
“Barangsiapa yang menmpuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Alloh akan memudahkan baginya dengan hal itu jalan menuju surga.” (H.R Muslim no:2699) karena memang dengan ilmulah sesorang akan beribadah kepada Alloh dengan baik dan benar dan inilh yang membedakan dengan orang yang tidak memiliki ilmu:
{Katakanlah: apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tiudak mengetahui. Q.S Azzumar: 9}
Oleh karena itu maka drajat orang-orang yang beriman lagi memiliki ilmu lebih tinggi derajatnya dari orang beriman namun tidak berilmu sebagaimana dalam Alqur’an:
{Alloh akan mengangkat drajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang di beri ilmu penghetahuan beberapa derajat. Q.S Almujadilah: 11}Ibnu Abbas radhiallohu’anhu berkata: Bagi seorang ulama memiliki derajat di atas orang mukmin dengan 700 derajat yang mana diantara dua derajat sejauh perjalanan selama lima ratus tahun.
Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Rasululloh Sholallahu'alaihi wasasalam bersabda:
“Barangsiapa yang Alloh inginkan kebaikan padanya maka dia akan memahamkannya dalam hal agama dan sesungguhnya ilmu itu (diperoleh) dengan cara belajar.” (H.R Albukhori)diantara mutiara faidah dari hadits ini adalahbahwa tingkat pemahaman seseorang akan dienullohtergantung tingkat kebaikan yang Alloh kehendaki atas seorang hamba dan inilah warisan Rasululloh terhadap ummatnya [Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham melainkan mereka mewariskan ilmu dan barangsiapa yang mengambilnya niscaya ia telah mengambilnya dengan bagian yang banyak. H.R. Ahmad dan lain-lain]

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Bukankah kita diciptakan untuk beribadah? Ketahuilah bahwa ilmu itu sendiri adalah ibadah, sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama :”ilmu itu adalah shalat secara rahasia dan ibadah hati.” Karenanya inti dari sebuah ilmu adalah rasa takut kepada Alloh ta’ala sebagaimana dikatakan oleh imam Ahmad :”inti ilmu adalah rasa takut kepada Alloh ta’ala.” Perkataan yang indah ini seiring dengan kalamulloh:
{sesunguhnya yang takut kepada Alloh di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama Q.S faatir 28}
Ikhlaskanlah dirimu dalam menuntut ilmu agar ilmu yang kau raih bermanfaatdan berkah bagi dirimu sendiri khususnya dan umumnya bagi ummatmu, Imam Ahmad berkata: “ ilmu itu sesuatu yang tiada bandingnya bagi orang yang niatnya benar.” Bagaimanakah benar niatnya itu wahai abu abdillah? Tanya orang-orang kepada beliau , maka beliau menjawab :” yaitu berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Ingatlah bahwa menuntut ilmu adalah untuk kau amalkan terlebih dahulu karena tidak mengamalkan ilmu merupakan penyebab utama hilangnya keberkahan ilmu, Ibnu mas'ud radhiallohu 'anhu berkata: "Dahulu salah seorang dari kami jika telah mempelajari sepuluh ayat, ia tidak akan pindah dari ayat-ayat tersebut kecuali setelah mengetahui maknanya dan mengamalkannya." Adapun seorang penuntut ilmu yang tidak mengamalkan ilmunya sesungguhnya ia seperti orang-orang yahudi yang telah mendapatkan murka Alloh ta'ala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas ilmunya dan Alloh benar-benar mencela orang seperti ini seraya berfirman
{Amat besar kebencian Alloh bahwa kamu mengatakan apa saja yang tidak kau kerjakan. Q.S. asshaf 3}
Ayat ini merupakan ancaman berat bagi orang yang tidak mengamalkan ilmunya, dikatakan oleh beberapa ulama bahwa:" Seseorang yang memiliki ilmu dan tidak mengamalkan ilmunya akan di adzab sebelum para penyembah berhala." Inilah kerugian besar dan bahkan ia tidak akan mendapatkan keberkahan ilmu dan juga ia akan lupa akan ilmunya, adapun orang-orang yang mengamalkan ilmunya maka Alloh akan menambahkan petunjuk baginya sebagaimana dalam firman-Nya:
{Dan orang-orang yang mendapatkan petunjuk, Alloh akan menambah petunjuk bagi mereka. Q.S. Muhammad 17}bahkan lebih dari itu bagi orang-orang yang mengamalkan ilmunya seraya bertaqwa kepada Alloh ta'ala niscaya Alloh ta'ala akan menambahkan ilmu padanya sebagaimana dalam firman-Nya:
{Dan bertaqwalah kepada Alloh niscaya Alloh akan mengajarkanmu, dan Alloh akan mengetahui segala sesuatu. Q.S Albaqoroh 282}

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Harus disadari bahwa hakikat belajar adalah merubah diri sendiri agar menjadi lebih baik, maka celakalah bagi orang yang menuntut ilmu namum tidak mau merubah dirinya dengan ilmu tersebut menjadi lebih baik karena ini akan menjadi hujjah di hari akhir nanti, Saudaraku… jangan kau jadikan niatmu dalam menuntut ilmu untuk merubah orang lain terlebih dahulu tapi dahulukan dirimu sendiri agar kau menjadi orang yang mulia. Mengamalkan ilmu merupakan zakat dari ilmu itu sendiri sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Bisr alhafi rahimahulloh :" Tunaikan zakat hadits, (caranya) amalkan dari setiap dua ratus hadits lima hadits." Di sisi lain sahabat Ali bin abi thalib radhiallohu 'anhu berkata:" Ilmu itu di panggil dengan mengamalkan, bila dipanggil ia akan menjawab dan jika tidak maka akan pergi. H.R Ibnu abdil bar."

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Inilah tujuan hakiki menuntut ilmu, yaitu: mengamalkannya dalam kehidupan, bukan untuk disombongkan ataupun untuk membodohi kaum muslimin dan juga bukan untuk meraih fatamorgana dunia melainkan untuk mengharapkan ridho Alloh ta'ala tentunya dengan mengamalkan ilmu tersebut agar meraih ridho illahi, Rasululloh alaihisolatu wassalam memperingkatkan ummatnya dalam masalah ini seraya bersabda “barangsiapa yang mempelajarai suatu ilmu yang sepantasnya dengan ilmu tersebut untuk mencari ridho Alloh namun ternyata untuk memperoleh kemewahan duniawi niscaya ia tidak akan mencium baunya surga nanti di hari kiamat kelak.” (H.R Ibnu majah dengan sanad yang shahih dan Ahmad)

Saudaraku…Sucikan niatmu dalam mencari ilmu agar ia tidak menjadi bumerang dan musibah dalam hidupmu didunia dan akherat, jadikan semangatmu dalam menuntut ilmu adalah untuk diamalkan dan bukan untuk banyaknya hafalan tanpa amal, Ibrahim al-kahawas rahimahulloh berkata:" Bukannya ilmu dengan banyaknya meriwayatkan hadits karena sesungguhnya orang yang berilmu adalah orang yang mengikuti dan mengamalkan ilmunya serta mengikuti sunah-sunah walaupun ia hanya memilki sedikit ilmu. Dalam Kitab 'Al'itisom Sufyan atsauri rahimahulloh berkata:" Ilmu memanggil untuk beramal, apabila panggilan tersebut dipenuhi maka kekallah ilmu, bila tidak maka ilmupun akan lenyap.

Saudaraku…Jelaslah sudah bahwa hakikat menuntut ilmu adalah untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan hendaklah kau takut dengan banyaknya ilmu yangkau miliki sedang kau tidak mengamalkannya sebagimana yang dikatakan oleh sahabat rasul Abu darda radhiallohu 'anhu:" Sungguh sesuatu yang paling saya takutkan saat saya berdiri pada hari perhitungan jika dikatakan: kamu sudah mengetahui maka apa yang sudah kau amalkan terhadap apa yang sudah kau ketahui.” (H.R Addarimi)

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Imam jalaludin assuyuti rahimahulloh menuliskan perkataan para ulama dalam kitabnya tadriburowi tentang pentingnya mengamalkan ilmu yang sudah dipelajari, diantaranya perkataan imam Amr bin qois rahimahulloh :"jika telah sampai padamu suatu kebaikan maka amalkanlah walau hanya sekali." Imam waqi’ rahimahulloh juga berkata :"Jika engkau handak menghafal hadits maka amalkanlah walau hanya sekali." Perkataan beliau juga seiring dengan perkataan Imam ibrahim bin ismail:" kami memperkuat hafalan hadits dengan mengamalkannya." Imam ahmad bin hambal rahimahulloh juga berkata:" Tidaklah saya menuliskan satu hadits kecuali saya telah mengamalkannya hingga suatu saat saya mendapatkaan satu hadits bahwa nabi alaihisolatu wassalam berbekam dan memberikan abu thoyibah (tukang bekam) satu dinar maka sayapun berbekam dan memberikan tukan bekam satu dinar."

Saudaraku..Demikianlah ulama-ulama kita mengamalkan ilmu yang mereka pelajari hingga merekapun menjadi orang-orang yang mulia dan sejarahpun mencatat mereka sebagai penuntut ilmu sejati karena mereka benar-benar mengamalkan ilmu yang mereka pelajari, Alloh ta'ala berfirman:
{Dan orang-orang yang berjihad/ bersungguh-sungguh (mencari keridhoan kami), benar-benar akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami, dan sesungguhnya Aloh benar-benar beserta oranag-orang yang berbuat baik. Q.S. Alankabut 69}Saudaraku.. ayat ini adalah janji Alloh ta'ala kepadamu jika kamu bersungguh-sungguh hendak menuntut dan mengamalkan ilmu niscaya Alloh ta'ala akan memudahkanmu meraih keberkahan ilmu.

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Kemuliaan didunia dan akherat akan kau capai jika kau benar-benar mengamalkan ilmu yang kau miliki, hiasai dirimu dengan amal shaleh, latih dirimu sejak dini untuk menjadi orang-orang yang bersegera dalam mengamalkan kebaikan, sebab dengan demikianlah kau akan meraih keberkahaan ilmu dan semakin kau mengamalkan ilmu maka kaupun semakin takut kepada Alloh ta'ala dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya dan inilah inti dari sebuah ilmu, Imam suyuti rahimahulloh berkata:" sesungguhnya orang faqih (mengerti) adalah orang yang menjaga diri dari apa-apa yang Alloh haramkan, dan orang yang berilmu adalah orang yang takut kepada Alloh Saudaraku.. inilah ilmu yanag sebenarnya yang menjadikanmu semakin takut kepada Alloh ta'ala.

Demikianlah goresan pena dari saudaramu yang sangat berharap semoga kita semua menjadi penutut ilmu sejati dengan mengamalkan setiap ilmu yang kita pelajari dan berdoalah sebagaimana rasul kita berdo'a [Ya Alloh.. sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusu', jiwa yang tidak merasa puas dan dari doa yanag tidak dikabulkan. H.R. Muslim, Annasai, Ahmad dan atabrani]

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Kamis, 03 Maret 2011

4 Tanda Muslim Jahil


EMPAT TANDA MUSLIM JAHILI

            Salah satu konsekuensi seseorang menjadi muslim adalah meninggalkan segala bentuk nilai-nilai yang tidak Islami atau yang jahili. Karena itu setiap mu'min dituntut untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah atau menyeluruh. Allah berfirman yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu" (QS 2:208).
            Ayat tersebut turun dengan sebab; ada sekelompok sahabat yang semula beragama Yahudi meminta kepada Nabi Saw agar dibolehkan merayakan atau memuliakan hari Sabtu dan menjalankan kitab Taurat. Maka turunlah ayat ini yang tidak membolehkan seseorang yang telah mengaku beriman tapi masih berprilaku sebagaimana prilakunya pada masa jahiliyah.
            Meskipun demikian, masih banyak dari orang-orang yang mengaku beriman tapi tidak meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang jahiliyah sehingga kepribadiannya masih bercampur dengan kepribadian jahiliyah, karenanya orang seperti itu pantas kita sebut dengan muslim yang jahili. Dari sekian banyak tandanya, Rasulullah Saw menyebutkan dalam satu hadits: "Empat perkara pada umatku dari perkara jahiliyah yang mereka tidak meninggalkannya, yaitu: membanggakan derajat keturunan, mencela keturunan, meminta hujan dengan binatang dan maratapi mayat" (HR. Muslim).
            Dari hadits di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa dari sekian banyak tanda, ada empat tanda muslim jahiliyah yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini memang harus kita pahami dengan baik agar model kehidupan jahiliyah itu tidak kita jalani. Sahabat Umar bin Khattab pernah menyatakan: 'Kalau engkau hendak menghindari jahiliyah, kenalilah jahiliyah itu'. 

1. Membanggakan Keturunan.
            Kemuliaan dan ketaqwaan seseorang bukanlah diukur dengan keturunan dalam arti secara otomatis. Karena itu, kalau kita ingin membanggakan atau memuliakan seseorang, bukanlah karena keturunan, tapi karena iman dan prestasi amal shalehnya. Namun yang kita saksikan justeru sebaliknya. Tak sedikit orang yang terpilih menjadi pemimpin secara otomatis dengan sebab keturunan. Kalau bapak raja, maka anak secara otomatis akan menjadi raja meskipun sang anak belum tentu mampu menjadi raja, bahkan sebenarnya ada orang lain yang lebih pantas untuk menjadi raja. Begitulah dalam negara yang menggunakan sistim kerajaan.
            Disamping itu, membanggakan keturunan juga dalam bentuk tidak menghukum orang-orang keturunan ningrat atau yang “berdarah biru” bila mereka melakukan kesalahan, bahkan kesalahan itu cenderung ditutup-tutupi, sementara bila orang biasa melakukan kesalahan, maka hukuman yang ditimpakan kepadanya jauh lebih berat daripada kesalahan yang dilakukannya. Ketika para sahabat menanyakan soal ini, Rasulullah Saw menegaskan: Seandainya anakku, Fatimah mencuri, akan aku potong tangannya. 

2. Mencela Keturunan.
            Karena kemuliaan seseorang harus kita ukur dengan ketaqwaannya kepada Allah Swt, maka seorang muslim tidak dibenarkan mencela orang lain dengan sebab keturunan, misalnya kalau bapak atau ibunya tidak baik, maka kita menganggap anak-anaknya juga tidak baik, lalu kita mencelanya, dan begitulah seterusnya. Memang adakalanya bila orang tua tidak baik, anaknya juga ikut menjadi tidak baik, namun kita tidak bisa menganggap semuanya seperti itu.
            Pada masa jahiliyah, mencela keturunan memang biasa terjadi, bahkan seringkali permusuhan seseorang dengan orang lain akan turun-temurun kepada anak cucunya. Islam sangat tidak membenarkan perlakuan mencela orang lain, apalagi hanya karena keturunan, karena bisa jadi yang dicela sebenarnya lebih baik daripada yang mencela. Allah berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita-wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS 49:11).
3. Meminta Hujan Dengan Binatang.
            Turunnya hujan yang cukup merupakan dambaan manusia dalam kehidupan di dunia ini, karena dengan demikian, disamping akan terpenuhinya kebutuhan air yang memang sangat penting bagi manusia, juga dapat terpenuhinya air bagi pertanian dan peternakan serta lingkungan hidup akan terasa lebih nyaman.
            Manakala terjadi kemara panjang, maka akan berakibat pada semakin panasnya suhu udara dan menipisnya persediaan air bagi manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena itu, Islam mengajarkan kepada kita untuk meminta hujan kepada Allah Swt dengan melaksanakan shalat istisqa.
            Namun            dalam kehidupan masyarakat kita, terdapat budaya yang justeru bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri dalam kaitan meminta hujan, yakni meminta hujan melalui binatang, misalnya dengan menyiram kucing dengan air dan sebagainya. Perbuatan semacam ini bukan hanya mengganggu binatang, tapi juga dapat merusak keyakinan yang bersih, sesuatu yang harus selalu dipelihara oleh setiap muslim agar keyakinannya tidak bercampur dengan kemusyrikan. Karena itu, apalabila ada seorang muslim meminta hujan dengan perantaraan binatang, maka keyakinan dan prilakunya itu berarti masih bersifat jahiliyah.

 4. Meratapi Mayat.
            Mati merupakan suatu hal yang biasa. Setiap kita pasti akan mencapai kematian, cepat atau lambat. Ketika ada anggota keluarga kita, orang-orang yang kita cintai atau tokoh masyarakat yang menjadi penutan kita dalam kebaikan meninggal dunia, kesedihan atas kematian mereka merupakan sesuatu yang mungkin saja terjadi. Bahkan Umar bin Khattab ketika dikhabarkan bahwa Rasulullah Saw wafat beliau merasa tidak percaya, karenanya dengan pedang di tangan, beliau menyatakan bahwa kalau ada yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw sudah wafat akan aku tebas batang lehernya. Menghadapi hal itu, maka sabahat Abu Bakar Ash Shidik menenangkan Umar bin Khattab dan menegaskan bahwa Rasulullah memang telah wafat.
            Sedih atas kematian seseorang memang boleh saja, tapi kesedihan yang berlebihan sampai meratap dengan memukul-mukul badan, kepala, muka, menarik-narik rambut dan mengucapkan kata-kata yang menggambarkan tidak adanya rasa yakin atau percaya kepada Allah Swt merupakan sesuatu yang tidak bisa dibenarkan, karena itu, dala, kitab hadits Riyadush Shalihin, Rasulullah Saw menganggap orang seperti itu sebagai orang yang bukan umatnya, beliau bersabda yang artinya: "Bukan dari golonganku orang yang memukul-mukul pipi, merobek saku dan menjerit dengan suara kaum jahiliyah" (HR. Bukhari dan Muslim).
            Meratapi mayat terjadi karena seseorang tidak menerima kematian orang yang diratapinya itu, akibatnya karena memang kematiannya sudah tidak bisa ditolak lagi, maka diapun diperlakukan seperti layaknya orang yang masih hidup, misalnya dengan membangun kuburannya meskipun harus dengan biaya yang besar, berdo’a dengan meminta bantuan kepada orang yang sudah mati, berandai-andai kalau dia masih hidup hingga tidak berani meninggalkan wasiat-wasiatnya yang tidak benar sekalipun, bahkan ada kuburan yang diberi kelambu dan disediakan air minum di atasnya. Ini semua merupakan sesuatu yang tidak bisa dibenarkan di dalam Islam. Karenanya bila ada kaum muslimin melakukan hal itu, dia berarti masih melakukan praktek-paktek kejahiliyahan yang sangat tidak dibenarkan.
            Dengan demikian, harus kita sadari bahwa sebagai seorang muslim, semestinya kita menjauhi dan meninggalkan segala praktek kehidupan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam. Bila hal itu tetap saja kita kerjakan, bisa jadi keimanan dan keislaman kita hanya sebatas pengakuan yang belum tentu diakui oleh Allah Swt dan Rasul-Nya 

Semoga bermanfaat
Wassalamu'alaikum. wr. wb.