Senin, 12 Maret 2012


Adab-adab Ta’lim

  1. Mengagungkan/memuliakan bagi mendapatkan al-hikmah.
      “Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dia kehendaki.  Dan barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.  Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”(QS Al Baqarah : 269)
  1. Membenarkan dan meyakini.
      “Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata : mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau dating tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami ? demikian pula orang-orang yang sebelu.m mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa.  Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin”(QS Al Baqarah : 118).
  1. Membekas (tertanam dalam hati).
      “Inilah ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung hikmah”(QS 31:2).
  1. Niat mengamalkan dan mengajarkan
      “Pelajarilah ilmu dan ajarkanlah ia kepada manusia”(HR Baihaqi).

Sabtu, 12 Maret 2011

Adab-Adab Hati

Adab-adab Hati
a. Jujur
  • Jujur
Seorang Muslim harus jujur, tidak suka berdusta. Berani mengatakan yang benar, meskipun mengandung resiko bagi dirinya, tanpa takut celaan orang. Dusta merupakan salah satu sifat buruk dan tercela serta merupakan pintu gerbang menuju godaan-godaan syetan. Menjaga diri dari dosa dusta, akan menciptakan imunitas dalam jiwa yang melindungi dari bisikan dan godaan syetan, sehingga ia tetap di dalam kebersihan, kesucian dan ketinggiannya.

“Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan (ta’at) dan kebaikan itu membawa ke sorga. Dan seseorang membiasakan dirinya berkata benar hingga tercatat di sisi Allah siddiq. Dan dusta membawa kepada dosa sedang dosa membawa ke neraka. Dan seseorang suka berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari, Muslim)
Manusia yang selalu melatih diri untuk kebaikan, akhirnya kebaikan itu menjadi tabi’at kebiasaannya. Dan apabila telah menjadi demikian, maka mudahlah ia melakukannya.
“Tinggalkan apa yang kau ragu-ragukan dan kerjakan apa yang tidak kau ragu-ragukan. Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan dusta itu menimbulkan keragu-raguan.” (HR. Tirmidzi.)

Perintah kepada orang-orang beriman agar berteman dengan orang-orang yang jujur :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah 9:119)

  • Tidak Dusta
“Tanda orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dan sesungguhnya orang-orang munafik akan dilemparkan ke dalam kerak api neraka.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An Nisa 4:145)
Bersabda Rasulullah saw.: Siapa yang mengambil hak seorang muslim dengan sumpah palsunya, maka Allah telah mewajibkan baginya neraka, dan mengharamkan dari sorga. Seorang bertanya: Walaupun barang sedikit ya Rasulullah? Jawab Nabi: Walau sekecil batang kayu arok (sikat untuk gosok gigi)

Mengambil hak orang lain itu sudah berdosa, maka kalau pengambilan itu disertai dengan sumpah palsu, yang berarti orang itu merasa seolah-olah barang yang diambil itu telah menjadi halal baginya, karena telah menang perkara dengan sumpah palsunya, maka Allah akan menetapkan baginya neraka dan mengharamkannya dari sorga.

b. Adil
  • Adil
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu (untuk) menyam-paikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguh-nya Allah Memberi Pengajaran yang sebaik-baiknya kepada-mu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An Nisa’ 4:58)

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berbuat yang tidak adi. Beraku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah 5:8)

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak Memikulkan Beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah Janji Allah. Yang demikian itu Diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al An’am 6:152)


Adil yang dikenal oleh individu muslim dan masyarakat Islam adalah keadilan hakiki yang penuh ketulusan, tidak berat sebelah meskipun terhadap musuh yang sangat dibenci. Harus ditegakkan keadilan yang tidak pandang bulu, sekalipun menghadapi sanak saudara/keluarga atau orang-orang yang disegani.

Rasulullah SAW telah memberikan contoh dalam hal bertindah adil :
Ketika datang Usamah bin Zaid mengusulkan agar diberikan keringanan hukuman bagi seorang perempuan dari Bani Mahzum yang mencuri, padahal Rasulullah SAW bermaksud untuk memotong tangannya. Rasulullah bersabda kepada Usamah: “Apakah Anda bermaksud hendak meringankan (membebaskan) hukuman terhadap seorang yang telah menjadi ketentuan Allah, Hai Usamah? Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dalam sejarah Islam pernah terjadi kasus hilangnya baju besi Ali bin Abi Thalib r.a. yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Seorang Yahudi dicurigai sebagai pencurinya. Ali bin Abi Thalib dan Yahudi itu dihadapkan ke muka pengadilan. Di depan pengadilan yang dipimpin oelh Syuraih, khalifah Ali tidak dapat memberikan kesaksian atau bukti yang jelas tentang keterlibatan si pencuri, walau sebenarnya barang bukti curian (baju besi) itu dilihat dari ciri-cirinya jelas milik khalifah. Tetapi karena bukti tidak kuat, maka hakim tidak dapat menghukum si Yahudi, malah dalam pengadilan itu khalifah kalah dan si tertuduh bebas. Melihat betapa adilnya hukum Islam si Yahudi yang memang telah mencuri baju besi itu tergetar hatinya. Akhirnya dia mengakui bahwa dialah pencurinya, baju besi itu dikembalikannya kepada Ali, dia sendiri masuk Islam.
Karena itulah, seorang muslim dituntut untuk selalu berbuat adil baik dalam ucapan maupun dalam tindakan. Sikap adil merupakan akar yang kuat di dalam masyarakat dan melambangkan kesucian akidah.

  • Jangan Zhalim
“Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari Kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.” (Al Mu’min 40:18)

Rasulullah saw. bersabda: Awaslah kamu daripada aniaya (zhalim), karena zhalim itu merupakan kegelapan di hari qiamat, dan awaslah dari kikir karena kikir itulah yang telah membinasakan ummat-ummat yang sebelum kamu. Mendorong mereka hingga menumpahkan darah dan menghalalkan semua yang haram.” (HR. Muslim)
Firman Allah dalam hadits Qudsi :
“Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharam-kan kezaliman (berbuat zalim) pada diri-Ku, dan Aku jadikan sebagai perbuatan haram bagi kaiam, maka itu janganlah kalian berbuat zalim.” (HR. Muslim) Allah sendiri telah mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Nya, padahal Dia Al Khalik, Zat yang paling berhak Menyombongkan diri-Nya. Apakah pantas bagi seorang muslim yang selalu berpegang teguh pada tali diennya (Islam) itu hendak berbuat zalim ?
Rasulullah saw. bersabda: Sungguh pasti semua hak akan dikembalikan pada yang berhak pada hari qiamat, hingga kambing yang tidak bertanduk diberi hak (kesempatan) membalas pada kambing yang bertanduk.” (HR. Muslim)

Yaitu yang dahulu di dunia pernah ditanduk dan belum dapat membalas-nya, maka pembalasan menurut keadilan telah dituntut dari binatang yang tidak berakal dan bagi yang berakal tentu lebih pasti.
Bersabda Nabi saw.: Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya pada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera minta halal (ma’af)nya sekarang juga sebelum datang suatu hari yang tiada harta dinar atau dirham, jika ia mempunyai amal salih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya. (HR. Bukhari, Muslim)

Penganiayaan (perbuatan zhalim) dapat berupa: caci maki, tipuan, ghibah, copetan dan segala gangguan dalam badan atau kekayaan atau kehormatan dsb.
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya, tidak mengecewakannya. Dan barangsiapa yang memperhatikan keperluan saudaranya, pasti Allah akan memperhatikan keperluannya. Dan barangsiapa yang melepaskan kesulitan seorang muslim, pasti Allah akan melepaskan kesulitan orang itu dari berbagai kesulitan di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib dan rahasia) seorang muslim, pasti Allah akan menutupi rahasia (aib) orang itu di hari kiamat” (HR. Bukhari)
 
c. Komit
  • Komit
“… dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra’ 17:34)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai Saksi-mu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An Nahl 16:91)

“Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengata-kan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaaf 61:3-4)

Balasan terhadap yang melanggar janji :
“Bahwasannya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan Memberinya Pahala yang besar.” (QS. Al-Fath 48:10)

  • Jauhi Nifaq
Berkata Rasulullah saw. bersabda: Empat sifat, siapa yang lengkap ada pada dirinya maka ia munafiq betul-betul. Dan siapa yang mempunyai salah satu daripadanya; maka berarti mempunyai salah satu sifat munafiq hingga ditinggal-kannya. Jika dipercaya khianat. Bila bicara dusta. Jika berjanji ia menyalahi dan bila berdebat (bertengkar) melam-paui batas. (HR. Bukhari, Muslim)

Dalam riwayat Muslim disebutkan : sekalipun orang itu berpuasa, shalat dan mengaku bahwa dirinya seorang muslim!

d. Amanat
  • Amanat
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan (mengembalikan) amanat kepada yang berhak (ahlinya).” (QS. An-Nisa’ 4:58)
  • Jangan Khianat
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang diperca-yakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal 8:27)
“… Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal 8:58)
“Tanda orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)


e. Tawadhu’
  • Tawadhu’
Terutama dikalangan saudara-saudaranya sesama Muslim. Jangan hen-daknya ia membeda-bedakan antara yang kaya dengan yang miskin. Rasu-lullah saw. sendiri pernah berlindung kepada Allah dari sifat sombong.
“Hai sekalian orang yang beriman, siapa yang murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan kaum yang kasih kepada Allah, dan dikasihi oleh Allah, merendah diri kepada sesama kaum mu’min; keras hati terhadap orang kafir.” (Al-Maidah:54)

“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami Berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu) dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl 16:88)


“Negeri akhirat itu, Kami Jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash 28:83)
Bersabda Rasulullah saw. :Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada saya: Bertawadhu’ (merendah dirilah) hingga seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.” (HR. Muslim)
“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)

Anas r.a. berkata: Biasa unta Nabi saw. yang bernama Al’adhba tidak pernah dapat dikejar, tiba-tiba pada suatu hari ada seorang badwi berkendaraan unta yang masih muda dan dapat mengejar unta Al’adhba itu, hingga kaum muslimin merasa jengkel, lalu Rasulullah saw. bersabda: Layak sekali bagi Allah, tiada sesuatu di dunia ini yang akan menyombongkan diri melainkan direndahkan oleh-Nya. (HR. Bukhari)


  • Jangan Sombong
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (HR. Luqman 31:18)

Bersabda Nabi saw.: Tiada masuk ke sorga, siapa yang di dalam hatinya ada seberat dzarrah (atom yang kecil) dari sombong. Maka seorang berkata: Adakalanya seorang itu suka berpakaian bagus. Sabda Nabi saw.: Sesungguhnya Allah indah dan suka keindahan. Sombong itu ialah menolah hak kebenaran dan merendahkan orang. (HR. Muslim)


Haritsah bin Wahab r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sukakah saya beritahukan kepadamu orang-orang ahli neraka? Ialah tiap-tiap orang yang kejam, rakus dan sombong. (HR. Bukhari, Muslim)
“Ketika seorang berjalan dengan pakaian yang indah, bersisir rambut dengan sombong dan congkak jalannya. Tiba-tiba Allah membinasakannya, hingga ia timbul tenggelam di tanah sampai hari qiamat (ialah Qorun di zaman Musa a.s.) (HR. Bukhari, Muslim)

Kisah Qarun dan kekayaannya yang harus menjadi pelajaran bagi manusia:

“Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah Menganuge-rahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kunci-nya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang terlalu membangga-kan diri.” Dan carilah pada apa yang telah Dianugerahkan Allah kepa-damu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat Baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata, “Sesungguh-nya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah sungguh telah Membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpul-kan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguh-nya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, Pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh Pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar.” Maka Kami Benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak aa baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap Azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al Qashash 28: 76-81)

  • Balasan bagi orang yang sombong :
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang pada malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap Ayat-ayat-Nya.” (QS. Al An’am 6:93)
“Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. Al Baqarah 2:206)

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. DemikianlahKami Memberi Pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” (QS. Al-A’raf 7:40)
Tidak akan dibukakan pintu langit maksudnya doa dan amal mereka tidak diterima Allah.
 
f. Pemaaf

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf 7:199)

“Dan bersegeralah kamu kepada Ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah Menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran 3:133-134)


Bersabar dan memberi maaf lebih baik daripada mengambil pembalasan : (pahala bagi orang yang memberi maaf)

“Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada Sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari Rezeki yang Kami Berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak Menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya, orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zaalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesung-guhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy Syura 42:36-43)

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kamu kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada Jalan Allah dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah Mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nur 24:22)

“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)


“Bukan seorang yang kuat itu, yang kuat bergulat. Tetapi orang yang sungguh kuat, yaitu yang dapat menahan hawa nafsu ketika marah.” (HR. Bukhari, Muslim)

Keteladanan Nabi SAW. :

Aisyah r.a. bertanya kepada Nabi saw.: Pernahkah terjadi padamu suatu hari yang lebih berat daripada penderitaanmu ketika perang Uhud? Jawab Nabi saw.: Saya telah menderita beberapa kejadian dari kaummu dan yang terberat yaitu hari Aqobah ketika saya berpropaganda kepada Ibnu Abd Yalail bin Abd Kulal, yang mana tidak seorangpun dari mereka yang menyambut ajaranku. Maka saya kembali dengan hati yang kesal, hingga seolah-olah saya berjalan dengan tidak sadar, hanya ketika telah sampai di Qarnitstsa’alib, di situ baru saya sadar dan mengangkat kepalaku ke langit, di mana saya melihat awan di atasku, tiba-tiba Malaikat Jibril memanggil saya sambil berkata: Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan kini telah mengutus Malaikat penjaga bukit untuk menurut segala perintahmu. Kemudian terdengar suara Malaikat penjaga bukit memberi salam sambil berkata: Ya Muhammad, Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan saya penjaga bukit dipe-rintah oleh Allah menurut segala kehendakmu. Maka perintahlah saya sesukamu. Kalau kau suka saya dapat merobohkan dua bukit yang terbesar di daerah kota Mekkah (bukit Al’akhsyabain). Jawab Nabi saw.: Tetapi saya masih mengharap semoga Allah mengeluarkan dari turunan mereka orang-orang yang beribadat kepada Allah dan tidak menye-kutukan pada-Nya sesuatu apapun. (HR. Bukhari, Muslim)

Kamis, 10 Maret 2011

Tujuan Menuntut Ilmu

Tujuan hakiki menuntut ilmu

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Menuntut ilmu agama untuk menghilangkan kejahilan diri sendiri dan orang lain merupakan jalan yang mulia lagi praktis meraih surga sebagaimana sabda Rasululloh alaihisolatu wasasalam:
“Barangsiapa yang menmpuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Alloh akan memudahkan baginya dengan hal itu jalan menuju surga.” (H.R Muslim no:2699) karena memang dengan ilmulah sesorang akan beribadah kepada Alloh dengan baik dan benar dan inilh yang membedakan dengan orang yang tidak memiliki ilmu:
{Katakanlah: apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tiudak mengetahui. Q.S Azzumar: 9}
Oleh karena itu maka drajat orang-orang yang beriman lagi memiliki ilmu lebih tinggi derajatnya dari orang beriman namun tidak berilmu sebagaimana dalam Alqur’an:
{Alloh akan mengangkat drajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang di beri ilmu penghetahuan beberapa derajat. Q.S Almujadilah: 11}Ibnu Abbas radhiallohu’anhu berkata: Bagi seorang ulama memiliki derajat di atas orang mukmin dengan 700 derajat yang mana diantara dua derajat sejauh perjalanan selama lima ratus tahun.
Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Rasululloh Sholallahu'alaihi wasasalam bersabda:
“Barangsiapa yang Alloh inginkan kebaikan padanya maka dia akan memahamkannya dalam hal agama dan sesungguhnya ilmu itu (diperoleh) dengan cara belajar.” (H.R Albukhori)diantara mutiara faidah dari hadits ini adalahbahwa tingkat pemahaman seseorang akan dienullohtergantung tingkat kebaikan yang Alloh kehendaki atas seorang hamba dan inilah warisan Rasululloh terhadap ummatnya [Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham melainkan mereka mewariskan ilmu dan barangsiapa yang mengambilnya niscaya ia telah mengambilnya dengan bagian yang banyak. H.R. Ahmad dan lain-lain]

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Bukankah kita diciptakan untuk beribadah? Ketahuilah bahwa ilmu itu sendiri adalah ibadah, sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama :”ilmu itu adalah shalat secara rahasia dan ibadah hati.” Karenanya inti dari sebuah ilmu adalah rasa takut kepada Alloh ta’ala sebagaimana dikatakan oleh imam Ahmad :”inti ilmu adalah rasa takut kepada Alloh ta’ala.” Perkataan yang indah ini seiring dengan kalamulloh:
{sesunguhnya yang takut kepada Alloh di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama Q.S faatir 28}
Ikhlaskanlah dirimu dalam menuntut ilmu agar ilmu yang kau raih bermanfaatdan berkah bagi dirimu sendiri khususnya dan umumnya bagi ummatmu, Imam Ahmad berkata: “ ilmu itu sesuatu yang tiada bandingnya bagi orang yang niatnya benar.” Bagaimanakah benar niatnya itu wahai abu abdillah? Tanya orang-orang kepada beliau , maka beliau menjawab :” yaitu berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Ingatlah bahwa menuntut ilmu adalah untuk kau amalkan terlebih dahulu karena tidak mengamalkan ilmu merupakan penyebab utama hilangnya keberkahan ilmu, Ibnu mas'ud radhiallohu 'anhu berkata: "Dahulu salah seorang dari kami jika telah mempelajari sepuluh ayat, ia tidak akan pindah dari ayat-ayat tersebut kecuali setelah mengetahui maknanya dan mengamalkannya." Adapun seorang penuntut ilmu yang tidak mengamalkan ilmunya sesungguhnya ia seperti orang-orang yahudi yang telah mendapatkan murka Alloh ta'ala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas ilmunya dan Alloh benar-benar mencela orang seperti ini seraya berfirman
{Amat besar kebencian Alloh bahwa kamu mengatakan apa saja yang tidak kau kerjakan. Q.S. asshaf 3}
Ayat ini merupakan ancaman berat bagi orang yang tidak mengamalkan ilmunya, dikatakan oleh beberapa ulama bahwa:" Seseorang yang memiliki ilmu dan tidak mengamalkan ilmunya akan di adzab sebelum para penyembah berhala." Inilah kerugian besar dan bahkan ia tidak akan mendapatkan keberkahan ilmu dan juga ia akan lupa akan ilmunya, adapun orang-orang yang mengamalkan ilmunya maka Alloh akan menambahkan petunjuk baginya sebagaimana dalam firman-Nya:
{Dan orang-orang yang mendapatkan petunjuk, Alloh akan menambah petunjuk bagi mereka. Q.S. Muhammad 17}bahkan lebih dari itu bagi orang-orang yang mengamalkan ilmunya seraya bertaqwa kepada Alloh ta'ala niscaya Alloh ta'ala akan menambahkan ilmu padanya sebagaimana dalam firman-Nya:
{Dan bertaqwalah kepada Alloh niscaya Alloh akan mengajarkanmu, dan Alloh akan mengetahui segala sesuatu. Q.S Albaqoroh 282}

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Harus disadari bahwa hakikat belajar adalah merubah diri sendiri agar menjadi lebih baik, maka celakalah bagi orang yang menuntut ilmu namum tidak mau merubah dirinya dengan ilmu tersebut menjadi lebih baik karena ini akan menjadi hujjah di hari akhir nanti, Saudaraku… jangan kau jadikan niatmu dalam menuntut ilmu untuk merubah orang lain terlebih dahulu tapi dahulukan dirimu sendiri agar kau menjadi orang yang mulia. Mengamalkan ilmu merupakan zakat dari ilmu itu sendiri sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Bisr alhafi rahimahulloh :" Tunaikan zakat hadits, (caranya) amalkan dari setiap dua ratus hadits lima hadits." Di sisi lain sahabat Ali bin abi thalib radhiallohu 'anhu berkata:" Ilmu itu di panggil dengan mengamalkan, bila dipanggil ia akan menjawab dan jika tidak maka akan pergi. H.R Ibnu abdil bar."

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Inilah tujuan hakiki menuntut ilmu, yaitu: mengamalkannya dalam kehidupan, bukan untuk disombongkan ataupun untuk membodohi kaum muslimin dan juga bukan untuk meraih fatamorgana dunia melainkan untuk mengharapkan ridho Alloh ta'ala tentunya dengan mengamalkan ilmu tersebut agar meraih ridho illahi, Rasululloh alaihisolatu wassalam memperingkatkan ummatnya dalam masalah ini seraya bersabda “barangsiapa yang mempelajarai suatu ilmu yang sepantasnya dengan ilmu tersebut untuk mencari ridho Alloh namun ternyata untuk memperoleh kemewahan duniawi niscaya ia tidak akan mencium baunya surga nanti di hari kiamat kelak.” (H.R Ibnu majah dengan sanad yang shahih dan Ahmad)

Saudaraku…Sucikan niatmu dalam mencari ilmu agar ia tidak menjadi bumerang dan musibah dalam hidupmu didunia dan akherat, jadikan semangatmu dalam menuntut ilmu adalah untuk diamalkan dan bukan untuk banyaknya hafalan tanpa amal, Ibrahim al-kahawas rahimahulloh berkata:" Bukannya ilmu dengan banyaknya meriwayatkan hadits karena sesungguhnya orang yang berilmu adalah orang yang mengikuti dan mengamalkan ilmunya serta mengikuti sunah-sunah walaupun ia hanya memilki sedikit ilmu. Dalam Kitab 'Al'itisom Sufyan atsauri rahimahulloh berkata:" Ilmu memanggil untuk beramal, apabila panggilan tersebut dipenuhi maka kekallah ilmu, bila tidak maka ilmupun akan lenyap.

Saudaraku…Jelaslah sudah bahwa hakikat menuntut ilmu adalah untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan hendaklah kau takut dengan banyaknya ilmu yangkau miliki sedang kau tidak mengamalkannya sebagimana yang dikatakan oleh sahabat rasul Abu darda radhiallohu 'anhu:" Sungguh sesuatu yang paling saya takutkan saat saya berdiri pada hari perhitungan jika dikatakan: kamu sudah mengetahui maka apa yang sudah kau amalkan terhadap apa yang sudah kau ketahui.” (H.R Addarimi)

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Imam jalaludin assuyuti rahimahulloh menuliskan perkataan para ulama dalam kitabnya tadriburowi tentang pentingnya mengamalkan ilmu yang sudah dipelajari, diantaranya perkataan imam Amr bin qois rahimahulloh :"jika telah sampai padamu suatu kebaikan maka amalkanlah walau hanya sekali." Imam waqi’ rahimahulloh juga berkata :"Jika engkau handak menghafal hadits maka amalkanlah walau hanya sekali." Perkataan beliau juga seiring dengan perkataan Imam ibrahim bin ismail:" kami memperkuat hafalan hadits dengan mengamalkannya." Imam ahmad bin hambal rahimahulloh juga berkata:" Tidaklah saya menuliskan satu hadits kecuali saya telah mengamalkannya hingga suatu saat saya mendapatkaan satu hadits bahwa nabi alaihisolatu wassalam berbekam dan memberikan abu thoyibah (tukang bekam) satu dinar maka sayapun berbekam dan memberikan tukan bekam satu dinar."

Saudaraku..Demikianlah ulama-ulama kita mengamalkan ilmu yang mereka pelajari hingga merekapun menjadi orang-orang yang mulia dan sejarahpun mencatat mereka sebagai penuntut ilmu sejati karena mereka benar-benar mengamalkan ilmu yang mereka pelajari, Alloh ta'ala berfirman:
{Dan orang-orang yang berjihad/ bersungguh-sungguh (mencari keridhoan kami), benar-benar akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami, dan sesungguhnya Aloh benar-benar beserta oranag-orang yang berbuat baik. Q.S. Alankabut 69}Saudaraku.. ayat ini adalah janji Alloh ta'ala kepadamu jika kamu bersungguh-sungguh hendak menuntut dan mengamalkan ilmu niscaya Alloh ta'ala akan memudahkanmu meraih keberkahan ilmu.

Saudara kaum muslimin rohimakumulloh..
Kemuliaan didunia dan akherat akan kau capai jika kau benar-benar mengamalkan ilmu yang kau miliki, hiasai dirimu dengan amal shaleh, latih dirimu sejak dini untuk menjadi orang-orang yang bersegera dalam mengamalkan kebaikan, sebab dengan demikianlah kau akan meraih keberkahaan ilmu dan semakin kau mengamalkan ilmu maka kaupun semakin takut kepada Alloh ta'ala dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya dan inilah inti dari sebuah ilmu, Imam suyuti rahimahulloh berkata:" sesungguhnya orang faqih (mengerti) adalah orang yang menjaga diri dari apa-apa yang Alloh haramkan, dan orang yang berilmu adalah orang yang takut kepada Alloh Saudaraku.. inilah ilmu yanag sebenarnya yang menjadikanmu semakin takut kepada Alloh ta'ala.

Demikianlah goresan pena dari saudaramu yang sangat berharap semoga kita semua menjadi penutut ilmu sejati dengan mengamalkan setiap ilmu yang kita pelajari dan berdoalah sebagaimana rasul kita berdo'a [Ya Alloh.. sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusu', jiwa yang tidak merasa puas dan dari doa yanag tidak dikabulkan. H.R. Muslim, Annasai, Ahmad dan atabrani]

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Kamis, 03 Maret 2011

4 Tanda Muslim Jahil


EMPAT TANDA MUSLIM JAHILI

            Salah satu konsekuensi seseorang menjadi muslim adalah meninggalkan segala bentuk nilai-nilai yang tidak Islami atau yang jahili. Karena itu setiap mu'min dituntut untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah atau menyeluruh. Allah berfirman yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu" (QS 2:208).
            Ayat tersebut turun dengan sebab; ada sekelompok sahabat yang semula beragama Yahudi meminta kepada Nabi Saw agar dibolehkan merayakan atau memuliakan hari Sabtu dan menjalankan kitab Taurat. Maka turunlah ayat ini yang tidak membolehkan seseorang yang telah mengaku beriman tapi masih berprilaku sebagaimana prilakunya pada masa jahiliyah.
            Meskipun demikian, masih banyak dari orang-orang yang mengaku beriman tapi tidak meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang jahiliyah sehingga kepribadiannya masih bercampur dengan kepribadian jahiliyah, karenanya orang seperti itu pantas kita sebut dengan muslim yang jahili. Dari sekian banyak tandanya, Rasulullah Saw menyebutkan dalam satu hadits: "Empat perkara pada umatku dari perkara jahiliyah yang mereka tidak meninggalkannya, yaitu: membanggakan derajat keturunan, mencela keturunan, meminta hujan dengan binatang dan maratapi mayat" (HR. Muslim).
            Dari hadits di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa dari sekian banyak tanda, ada empat tanda muslim jahiliyah yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini memang harus kita pahami dengan baik agar model kehidupan jahiliyah itu tidak kita jalani. Sahabat Umar bin Khattab pernah menyatakan: 'Kalau engkau hendak menghindari jahiliyah, kenalilah jahiliyah itu'. 

1. Membanggakan Keturunan.
            Kemuliaan dan ketaqwaan seseorang bukanlah diukur dengan keturunan dalam arti secara otomatis. Karena itu, kalau kita ingin membanggakan atau memuliakan seseorang, bukanlah karena keturunan, tapi karena iman dan prestasi amal shalehnya. Namun yang kita saksikan justeru sebaliknya. Tak sedikit orang yang terpilih menjadi pemimpin secara otomatis dengan sebab keturunan. Kalau bapak raja, maka anak secara otomatis akan menjadi raja meskipun sang anak belum tentu mampu menjadi raja, bahkan sebenarnya ada orang lain yang lebih pantas untuk menjadi raja. Begitulah dalam negara yang menggunakan sistim kerajaan.
            Disamping itu, membanggakan keturunan juga dalam bentuk tidak menghukum orang-orang keturunan ningrat atau yang “berdarah biru” bila mereka melakukan kesalahan, bahkan kesalahan itu cenderung ditutup-tutupi, sementara bila orang biasa melakukan kesalahan, maka hukuman yang ditimpakan kepadanya jauh lebih berat daripada kesalahan yang dilakukannya. Ketika para sahabat menanyakan soal ini, Rasulullah Saw menegaskan: Seandainya anakku, Fatimah mencuri, akan aku potong tangannya. 

2. Mencela Keturunan.
            Karena kemuliaan seseorang harus kita ukur dengan ketaqwaannya kepada Allah Swt, maka seorang muslim tidak dibenarkan mencela orang lain dengan sebab keturunan, misalnya kalau bapak atau ibunya tidak baik, maka kita menganggap anak-anaknya juga tidak baik, lalu kita mencelanya, dan begitulah seterusnya. Memang adakalanya bila orang tua tidak baik, anaknya juga ikut menjadi tidak baik, namun kita tidak bisa menganggap semuanya seperti itu.
            Pada masa jahiliyah, mencela keturunan memang biasa terjadi, bahkan seringkali permusuhan seseorang dengan orang lain akan turun-temurun kepada anak cucunya. Islam sangat tidak membenarkan perlakuan mencela orang lain, apalagi hanya karena keturunan, karena bisa jadi yang dicela sebenarnya lebih baik daripada yang mencela. Allah berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita-wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS 49:11).
3. Meminta Hujan Dengan Binatang.
            Turunnya hujan yang cukup merupakan dambaan manusia dalam kehidupan di dunia ini, karena dengan demikian, disamping akan terpenuhinya kebutuhan air yang memang sangat penting bagi manusia, juga dapat terpenuhinya air bagi pertanian dan peternakan serta lingkungan hidup akan terasa lebih nyaman.
            Manakala terjadi kemara panjang, maka akan berakibat pada semakin panasnya suhu udara dan menipisnya persediaan air bagi manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena itu, Islam mengajarkan kepada kita untuk meminta hujan kepada Allah Swt dengan melaksanakan shalat istisqa.
            Namun            dalam kehidupan masyarakat kita, terdapat budaya yang justeru bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri dalam kaitan meminta hujan, yakni meminta hujan melalui binatang, misalnya dengan menyiram kucing dengan air dan sebagainya. Perbuatan semacam ini bukan hanya mengganggu binatang, tapi juga dapat merusak keyakinan yang bersih, sesuatu yang harus selalu dipelihara oleh setiap muslim agar keyakinannya tidak bercampur dengan kemusyrikan. Karena itu, apalabila ada seorang muslim meminta hujan dengan perantaraan binatang, maka keyakinan dan prilakunya itu berarti masih bersifat jahiliyah.

 4. Meratapi Mayat.
            Mati merupakan suatu hal yang biasa. Setiap kita pasti akan mencapai kematian, cepat atau lambat. Ketika ada anggota keluarga kita, orang-orang yang kita cintai atau tokoh masyarakat yang menjadi penutan kita dalam kebaikan meninggal dunia, kesedihan atas kematian mereka merupakan sesuatu yang mungkin saja terjadi. Bahkan Umar bin Khattab ketika dikhabarkan bahwa Rasulullah Saw wafat beliau merasa tidak percaya, karenanya dengan pedang di tangan, beliau menyatakan bahwa kalau ada yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw sudah wafat akan aku tebas batang lehernya. Menghadapi hal itu, maka sabahat Abu Bakar Ash Shidik menenangkan Umar bin Khattab dan menegaskan bahwa Rasulullah memang telah wafat.
            Sedih atas kematian seseorang memang boleh saja, tapi kesedihan yang berlebihan sampai meratap dengan memukul-mukul badan, kepala, muka, menarik-narik rambut dan mengucapkan kata-kata yang menggambarkan tidak adanya rasa yakin atau percaya kepada Allah Swt merupakan sesuatu yang tidak bisa dibenarkan, karena itu, dala, kitab hadits Riyadush Shalihin, Rasulullah Saw menganggap orang seperti itu sebagai orang yang bukan umatnya, beliau bersabda yang artinya: "Bukan dari golonganku orang yang memukul-mukul pipi, merobek saku dan menjerit dengan suara kaum jahiliyah" (HR. Bukhari dan Muslim).
            Meratapi mayat terjadi karena seseorang tidak menerima kematian orang yang diratapinya itu, akibatnya karena memang kematiannya sudah tidak bisa ditolak lagi, maka diapun diperlakukan seperti layaknya orang yang masih hidup, misalnya dengan membangun kuburannya meskipun harus dengan biaya yang besar, berdo’a dengan meminta bantuan kepada orang yang sudah mati, berandai-andai kalau dia masih hidup hingga tidak berani meninggalkan wasiat-wasiatnya yang tidak benar sekalipun, bahkan ada kuburan yang diberi kelambu dan disediakan air minum di atasnya. Ini semua merupakan sesuatu yang tidak bisa dibenarkan di dalam Islam. Karenanya bila ada kaum muslimin melakukan hal itu, dia berarti masih melakukan praktek-paktek kejahiliyahan yang sangat tidak dibenarkan.
            Dengan demikian, harus kita sadari bahwa sebagai seorang muslim, semestinya kita menjauhi dan meninggalkan segala praktek kehidupan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam. Bila hal itu tetap saja kita kerjakan, bisa jadi keimanan dan keislaman kita hanya sebatas pengakuan yang belum tentu diakui oleh Allah Swt dan Rasul-Nya 

Semoga bermanfaat
Wassalamu'alaikum. wr. wb.

Kamis, 24 Februari 2011

Perbanyak Zikir

BANYAKLAH BER-ZIKIR

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.. Ia berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, "Sesungguhnya Allah S.W.T memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling di jalan-jalan guna mencari hamba ahli berzikir.
Jika mereka mendapati kaum yang selalu berzikir kepada Allah S.W.T, mereka menyerunya, `Serukanlah kebutuhan kalian.' Kemudian mereka membawanya dengan sayap-sayapnya ke atas langit bumi.
Lalu mereka ditanya oleh Rabb-nya (Dia Maha Mengetahui), `Apa yang dikatakan oleh hamba-hamba-Ku?' Para malaikat menjawab, `Mereka menyucikan dan mengagungkan Engkau, memuji dan memuliakan Engkau.' Allah berfirman, `Apakah mereka melihat-Ku?'
Para malaikat menjawab, `Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu.' Allah berfirman, `Bagaimana kalau mereka melihat Aku?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihat-Mu, tentunya ibadah mereka akan bertambah, tambah menyucikan dan memuliakan Engkau.' Allah S.W.T berfirman, `Apa yang mereka minta?' Para malaikat berkata, `Mereka memohon surga kepada-Mu.'
Allah berfirman, `Apakah mereka pernah melihatnya?' Para malaikat berkata, `Tidak, demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya.' Allah S.W.T berfirman, `Bagaimana kalau mereka melihatnya?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihatnya, niscaya mereka akan semakin berhasrat serta tamak dalam memohon dan memintanya.'
Allah S.W.T berfirman, `Pada apa mereka memohon perlindungan?' Para malaikat berkata, `Mereka memohon perlindungan dari neraka-Mu.' Allah S.W.T berfirman, `Apakah mereka pernah melihatnya?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihatnya, niscaya mereka akan semakin berlari menjauhinya dan semakin takut.'
Allah S.W.T berfirman, `Kalian Aku jadikan saksi bahwa Aku telah mengampuni mereka.' Salah seorang dari malaikat itu berkata, `Di dalam kelompok mereka terdapat si Fulan yang bukan bagian dari mereka. Ia datang ke sana hanya untuk suatu keperluan.' Allah S.W.T berfirman,`Anggota majelis itu tidak menyengsarakan orang yang duduk bergabung dalam majelis mereka.'"

Selasa, 22 Februari 2011

Menjaga Lidah


Mengendalikan Lidah

Sahl bin Sa’d berkata: Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang menjamin untukku apa yang ada diantara dua janggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin untuknya sorga.” (HR. Bukhari)

Diantara perkataan ada yang buruk dan ada yang lebih buruk, ada yang keji dan ada yang lebih keji, ada yang baik dan ada yang lebih baik.

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan yang lebih baik. Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka.” (al-Isra’:53)

Diantara kewajiban utama kita dalam urusan lidah ini ialah menggunakannya dalam da’wah kepada kebaikan, amar ma’ruf, nahi munkar, mendamaikan persengketaan dan menyerukan kebaikan dan taqwa.

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran:104)

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shadqah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian diantara manusia.” (an-Nisa’:114)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan taqwa.” (al-Mujadilah:9)

Tetapi daftar kewajiban lidah dan larangannya sangat banyak.
1.a. Bahaya Lidah dan Keutamaan Diam

Bahaya lidah sangat besar.
Sahl bin Sa’d berkata: Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang menjamin untukku apa yang ada diantara dua janggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin untuknya sorga.” (HR. Bukhari)

Rasulullah saw. ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam sorga, lalu beliau bersabda: “Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik.” Dan beliau ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, kemudian beluai bersabda: “Dua hal yang kosong: Mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi)

Mu’adz bin Jabal berkata: “Aku berkata, wahai Rasulullah, apakah kita akan disiksa karena apa yang kita ucapkan?” Nabi saw. bersabda: “Bagaimana kamu ini wahai Ibnu Jabal, tidaklah manusia dicampakkan ke dalam api neraka kecuali karena akibat lidah mereka.” (HR. Tirmidzi)


Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya.” (HR. Thabrani, Ibnu Abu Dunya, al-Baihaqi)

Dari Shafwan bin Sulaim, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang ibadah yang paling mudah dan paling ringan bagi badan? Diam dan akhlaq yang baik.” (HR. Ibnu Abu Dunya)

Nabi saw. bersabda: “Simpanlah lidahmu kecuali untuk kebaikan, karena sesungguhnya dengan demikian kamu dapat mengalahkan syetan.” (HR. Thabrani, Ibnu Hibban)

Sesungguhnya lidah orang Mu’min berada di belakang hatinya; apabila ingin berbicara tentang sesuatu maka ia merenungkannya dengan hatinya kemudian lidahnya menunaikannya. Sedangkan lidah orang munafiq berada di depan hatinya; apabila menginginkan sesuatu maka ia menunaikannya dengan lidah dan hatinya.

Umar ra. berkata, “Siapa yang banyak omongnya banyak kesalahannya, siapa yang banyak kesalahannya banyak pula dosanya, dan siapa yang banyak dosanya maka api neraka lebih cocok untuknya.”

Apa sebabnya diam memiliki keutamaan demikian besar? Maka ketahuilah bahwa sebabnya adalah karena banyaknya penyakit lidah. Penyakit yang banyak ini sangat mudah dan ringan meluncur dari lidah, terasa manis di dalam hati dan memiliki berbagai dorongan dari tabi’at syetan. Disamping bahwa di dalam diam itu terkandung kewibawaan, konsentrasi untuk berfikir, dzikir dan ibadah. Dalam diam juga terkandung keselamatan dari berbagai tanggungjawab perkataan di dunia dan hisabnya di akhirat.

“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 18)


Perkataan terbagi atas empat bagian: Perkataan yang berbahaya sepenuhnya, perkataan yang bermanfaat sepenuhnya, perkataan yang mengandung manfaat dan bahaya, perkataan yang tidak berbahaya dan tidak bermanfaat.
Pada perkataan yang berbahaya sepenuhnya maka kita harus diam tidak mengucapkannya. Demikian pula perkataan yang mengandung bahaya dan manfaat. Adapun perkataan yang tidak mengandung bahaya dan tidak pula bermanfaat maka ia adalah fudhul (hal yang berlebih dari yang diperlukan); menyibukkan diri dengannya berarti menyia-nyiakan waktu dan merupakan kerugian.
 
1.b. Penyakit-penyakit Lidah
Berikut ini penyakit-penyakit lidah dan dimulai dengan yang paling ringan kemudian meningkat kepada yang lebih berat :
1.b.i. Penyakit Pertama: Pembicaraan yang tidak Berguna
Jika Anda berbicara tentang sesuatu yang tidak Anda perlukan dan tidak bermanfaat bagi Anda, maka berarti Anda menyia-nyiakan waktu. Anda akan dihisab atas perbuatan lidah Anda dan berarti Anda telah mengganti yang lebih baik dengan yang lebih rendah. Kalau Anda pergunakan waktu bicara tersebut untuk berfikir bisa jadi Anda akan mendapatkan limpahan rahmat Allah pada saat tafakkur sehingga sangat besar manfaatnya. Sekiranya Anda memuji Allah, menyebut-Nya dan mengagungkan-Nya niscaya hal itu lebih baik. Berapa banyak satu kalimat yang dengannya dibangun istana di sorga.
Sekalipun pembicaraan yang tidak berguna tidak berdosa, tetapi dia telah merugi karena terluput mendapatkan keuntungan besar dari dzikrullah. Diamnya orang Mu’min hendaknya merupakan tafakkur, penglihatannya merupakan pengambilan pelajaran, dan ucapannya merupakan dzikir. Bahkan modal hamba adalah waktunya. Bila dipergunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat baginya dan tidak dipakai untuk menimbun pahala di akhirat maka sesungguhnya dia telah menyia-nyiakan modalnya.
“Termasuk tanda baiknya keislaman seseorang adalah dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Batasan perkataan yang tidak bermanfaat bagi Anda ialah Anda mengatakan sesuatu pembicaraan yang sekiranya Anda tidak mengucapkannya maka Anda tidak berdosa dan tidak membahayakan keadaan ataupun harta. Misalnya, menyebutkan kisah perjalanan Anda, menanya orang lain tentang sesuatu yang tidak bermanfaat bagi Anda, karena dengan pertanyaan itu berarti Anda menyia-nyiakan waktu Anda dan Anda telah memaksa teman Anda untuk menjawabnya sehingga dia pun terbawa kepada hal yang sia-sia.

Obat dari semua ini adalah mengetahui bahwa dirinya akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap kata yang diucapkan, lidahnya adalah jarring yang bisa dipakai untuk mendapatkan bidadari sorga, menyia-nyiakan hal tersebut merupakan kerugian yang nyata. Itulah obat dari segi ilmu. Dari segi amal adalah dengan ‘uzlah atau meletakkan kerikil di dalam mulutnya atau mewajibkan dirinya untuk diam tidak mengatakan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya sehingga lidahnya terbiasa meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.

1.b.ii. Penyakit Kedua: Berlebihan dalam Berbicara
Meliputi pembicaraan yang tidak bermanfaat dan menambah pembicaraan yang bermanfaat sehingga melebihi keperluan.

Ibrahim at-Taimi berkata, “Apabila seorang Mu’min ingin berbicara maka ia melihat, jika menguntungkan dirinya ia berbicara tetapi jika merugikan maka ia menahan diri. Orang yang durhaka adalah orang yang lidahnya terumbar bebas.”

Sebagian kaum bijak bestari berkata, “Apabila seseorang berada dalam sebuah majlis lalu berambisi untuk bicara maka hendaklah ia diam dan apabila diam lalu selalu ingin diam, maka hendaklah ia berbicara.”

Yazid bin Abu Hubaib berkata, “Termasuk fitnah seorang alim ialah jika dia lebih suka berbicara ketimbang mendengarkan. Jika sudah ada orang yang berbicara cukup maka mendengarkan adalah keselamatan sedangkan ikut berbicara adalah kelebihan omongan dan kekurangan.”

1.b.iii. Penyakit Ketiga: Melibatkan Diri dalam Pembicaraan yang Batil
Yakni pembicaraan tentang berbagai kemaksiatan. Orang yang terlalu banyak berbicara tentang hal yang tidak berguna tidak akan aman dari terlibat dalam kebatilan.

“Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain.” (an-Nisa’:140)

“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang membuat teman-teman duduknya tertawa, tetapi ucapan tersebut menjerumuskan-nya lebih jauh dari bintang Trusaya.” (HR. Ibnu Abu Dunya)

Ibnu Sirin berkata, “Seorang Anshar melewati suatu majlis mereka lalu dia berkata kepada mereka, ‘Berwudhu’lah karena sebagian yang kalian ucapkan lebih buruk dari hadats’.”

1.b.iv. Penyakit Keempat: Perbantahan dan Perdebatan
“Janganlah kamu mendebat saudaramu, janganlah kamu mempermainkan-nya, dan janganlah kamu membuat janji dengannya lalu tidak kamu tepati.” (HR. Tirmidzi)

“Siapa yang meninggalkan perbantahan padahal dia benar maka dibangun untuknya sebuah rumah di sorga yang paling atas. Siapa yang meninggalkan perbantahan sedangkan dia salah maka dibangun untuknya sebuah rumah di bagian pinggir sorga.” (HR. Tirmidzi)

“Tidaklah sesat suatu kaum setelah Allah menunjuki mereka kecuali karena mereka melakukan perdebatan” (HR. Tirmidzi)


Perbantahan ialah setiap sanggahan terhadap pembicaraan orang lain dengan menampakkan ketimpangan di dalamnya. Meninggalkan perbantahan adalah dengan meninggalkan pengingkaran dan sanggahan. Setiap pembicaraan yang Anda dengar jika tidak berkaitan dengan urusan agama [juga tidak menimbulkan kerusakan] maka hendaklah Anda mendiamkannya.
Motivasi yang menggerakkan penyakit ini adalah rasa superioritas dengan menampakkan ilmu dan keunggulan disertai serangan terhadap orang lain dengan menampakkan kekurangannya. Kedua hal ini adalah syahwat batin bagi jiwa.

1.b.v. Penyakit Kelima : Pertengkaran
Ia lebih berat dari perbantahan dan perdebatan. Perbantahan adalah pengertian tentang perkara yang berkaitan dengan memenangkan pendapat atau pemikiran tanpa terkait tujuan selain melecehkan orang lain, dan menampakkan keunggulan dan kepintarannya. Sedangkan pertengkaran adalah bersikeras dalam pembicaraan untuk mendapatkan harta atau hak yang direncanakan.

“Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras dalam pertengkaran.” (HR. Bukhari)

Jika Anda berkata, bila manusia memiliki hak lalu untuk mendapatkannya atau menjaganya dia harus bertengkar karena dizalimi, maka bagaimana hukumnya dan bagaimana pertengkaran itu dicela, Maka ketahuilah bahwa celaan ini ditujukan kepada orang yang bertengkar dengan cara yang batil dan tanpa ilmu.

Celaan ini juga ditujukan kepada orang yang menuntut haknya tetapi tidak membatasi diri sesuai keperluannya.
Perkataan yang baik adalah lawan dari pertengkaran, perbantahan, perdebatan yang notabene merupakan perkataan yang dibenci, dapat melukai hati, dapat mengeruhkan kehidupan, dan membangkitkan kemarahan dan membuat dada panas.

“Hal yang akan memasukkan kamu ke dalam sorga (diantaranya) adalah perkataan yang baik dan memberi makan.” (HR. Thabrani)

“Dan ucapkanlah perkataan yang baik kepada manusia.” (al-Baqarah: 83)
“Takutlah kalian akan api neraka sekalipun dengan sebelah biji korma; jika kamu tidak punya maka dengan perkataan yang baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)


1.b.vi. Penyakit Keenam: Berkata Keji, Jorok dan Cacian
“Jauhilah kekejian, karena Allah tidak menyukai kekejian dan membuat-buat kekejian.” (HR. Nasa’i, al-Hakim dan Ibnu Majah)

“Orang Mu’min itu bukanlah orang yang suka melukai, bukan orang yang suka melaknat, bukan orang yang suka berkata keji dan bukan pula orang yang suka berkata kotor.” (HR. Tirmidzi)

“Berkata kotor dan vulgar adalah dua cabang diantara cabang-cabang nifaq.” (HR. Tirmidzi, al-Hakim)


Yang dimaksud dengan perkataan vulgar (al-bayan) disini adalah mengungkapkan sesuatu yang tidak boleh diungkapkan. Atau berterus terang menyampaikan apa yang manusia merasa malu mengungkapkannya secara vulgar.

“Sesungguhnya kekejian dan saling berkata keji bukan dari Islam sama sekali, dan sesungguhnya orang yang paling baik keislamannya adalah orang yang paling baik akhlaqnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abu Dunya)

Hakikat berkata keji ialah mengungkapkan hal-hal yang buruk dengan ungkapan-ungkapan yang vulgar. Kebanyakan hal tersebut berkaitan dengan masalah seksual dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Orang-orang yang rusak memiliki ungkapan-ungkapan vulgar dan keji yang dipergunakan untuk mengungkapkan hal tersebut, sedangkan orang-orang shalih menghindarinya dan menggunakan bahasa-bahasa kiasan. Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya Allah sangat pemalu lagi Mahamulia; mema’afkan dan menggunakan bahasa kiasan – memakai kata ‘menyentuh’ untuk mengungkapkan jima. Jadi, menyentuh, masuk dan bergaul adalah kiasan untuk jima’, dan kata-kata itu tidak keji. Penggunaan bahasa kiasan juga dipakai untuk membuang hajat untuk buang air.

Ada ungkapan-ungkapan keji yang tidak layak disebutkan dan biasanya dipakai untuk mencaci.
Hal yang mendorong berkata keji diantaranya keinginan untuk menyakiti atau kebiasaan akibat pergaulan dengan orang-orang fasik dan orang-orang hina yang diantara kebiasaan mereka adalah mencaci-maki.
Seorang Arab badui berkata kepada Rasulullah saw, “Wasiatilah aku.” Nabi saw. bersabda: “Kamu harus bertaqwa kepada Allah; jika seseorang mencelamu dengan sesuatu yang diketahuinya ada pada dirimu maka janganlah kamu membalas mencelanya dengan sesuatu yang ada pada dirinya, niscaya dosanya kembali kepadanya dan pahalanya untuk kamu, dan janganlah kamu mencela sesuatu.” Orang Arab Badui itu berkata, “Setelah itu aku tidak pernah mencela sama sekali.” (HR. Ahmad dan Thabrani)

“Mencaci-maki orang Mu’min adalah kefasikan sedangkan membunuhnya adalah kekafiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)


“Dua orang yang saling mencaci-maki apa yang mereka katakan, maka adalah atas (tanggungan) orang yang memulai dari keduanya sampai orang yang teraniaya melampaui batas.” (HR. Muslim)

“Diantara dosa besar adalah seseorang mencaci kedua orang tuanya..” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang mencaci kedua orang tuanya?” Nabi saw. bersabda: “Dia mencaci bapak seseorang lalu orang itu mencaci bapaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

1.b.vii. Penyakit Ketujuh: Nyanyian dan Syair
Adapun syair, maka perkataannya yang baik adalah baik dan perkataannya yang buruk adalah buruk. Tetapi berkonsentrasi penuh untuk syair adalah tercela.
Membaca syair tidak haram jika tidak mengandung kata-kata yang dibenci.

1.b.viii. Penyakit Kedelapan: Senda Gurau
Asalnya tercela dan dilarang kecuali dalam kadar yang sedikit.
Yang dilarang adalah senda gurau yang berlebihan atau terus menerus, karena bersenda gurau secara terus menerus berarti sibuk dengan permainan dan hal yang sia-sia. Senda gurau yang berlebihan akan menyebabkan banyak tertawa padahal banyak tertawa itu bisa mematikan hati dan menjatuhkan kewibawaan. Senda gurau yang terbebas dari hal-hal tersebut tidak tercela.

Diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda “Sesungguhnya aku bersenda gurau tetapi aku tidak mengatakan kecuali yang benar.”

Orang seperti Nabi saw. bisa bersenda gurau tanpa berdusta, sedangkan orang selainnya apabila telah membuka pintu senda gurau maka tujuannya adalah membuat orang tertawa sesukanya. Padahal Nabi saw. bersabda:

“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu perkataan yang membuat teman-teman duduknya tertawa, tetapi dengan perkataan itu dia terjerumus ke dalam api neraka lebih jauh dari bintang tsuraiya.”

Selain itu banyak tertawa juga menjadi tanda kelalaian dari akhirat. Nabi saw. bersabda :
“Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tertawa yang tercela adalah tertawa terbahak-bahakn sedangkan tertawa yang terpuji adalah tersenyum hingga terlihat giginya tetapi tanpa terdengar suara keras. Demikianlah senyum Rasulullah saw. (Hadits semakna dengan ini terdapat di dalam riwayat Muslim)

1.b.ix. Penyakit Kesembilan: Ejekan dan Cemoohan
Hal ini diharamkan, karena dapat menyakiti.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” (al-Hujurat:11)

Arti ejekan ialah penghinaan, pelecehan dan penyebutan berbagai aib atau kekurangan untuk mentertawakannya.

Dari Abdullah bin Zam’ah bahwa ia mendengar Rasulullah saw berkhutbah lalu menasihati mereka tentang tertawa mereka kepada orang yang kentut. Nabi saw. bersabda: “Mengapa salah seorang diantara kalian menertawakan apa yang diperbuatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

1.b.x. Penyakit Kesepuluh: Janji Palsu
Lidah sangat mudah memberikan janji, sedangkan jiwa terkadang tidak memungkinkan untuk menepatinya sehingga janji itu teringkari.

“Wahai orang-orang yang beriman, tepatilah janji-janji (kalian).” (al-Ma’idah:1)

Ibnu Mas’ud tidak pernah memberikan janji kecuali dengan mengatakan ‘insya Allah’. Ini lebih utama. Kemudian jika hal itu difahami sebagai kepastian janji maka harus ditepati kecuali berhalangan. Jika pada saat memberikan janji sudah bertekad untuk tidak menepati maka hal itu adalah nifaq.

“Empat hal siapa yang berada padanya maka dia adalah munafiq dan siapa yang salah satu sifat tersebut ada padanya maka pada dirinya ada salah satu sifat nifaq hingga ditinggalkannya: Apabila berbicara berdusta, apabila berjanji mengingkari, apabila membuat kesepakatan berkhianat, dan apabila bertengkar berlaku curang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

1.b.xi. Penyakit Kesebelas: Berdusta dalam Perkataan dan Sumpah

“Sesungguhnya dusta membawa kepada kedurhakaan, sedangkan kedurhakaan menyeret ke neraka, dan sesungguhnya seseorang berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi saw. bersabda :
“Aku (bermimpi) melihat seolah-olah ada orang yang datang kepadaku seraya berkata “bangunlah”, lalu aku bangkit bersamanya, kemudian tiba-tiba aku bertemu dua orang lelaki; yang satu berdiri sedangkan yang lain duduk. Di tangan orang yang berdiri ada pengait dari besi lalu menjejalkannya ke dagu orang yang dudul lalu menariknya hingga sampai ke pundaknya, kemudian ia menariknya lalu menjejalkannya ke sisi yang lain lalu memanjangkannya; apabila ia memanjangkannya maka sisi yang lain kembali seperti semula. Kemudian aku bertanya kepada orang yang membangunkan aku, ‘apa ini?’ Ia berkata, ‘Ini adalah seorang pendusta yang disiksa di kuburnya hingga hari kiamat’.” (HR. Bukhari)

Rasulullah saw. bersabda dalam keadaan bersandar: “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar, yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Kemudian Rasulullah saw. duduk dan bersabda: “Ketahuilah dan berkata dusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Sesungguhnya seorang hamba berdusta sekali sehingga malaikat menjauh darinya sejauh perjalanan satu mil karena busuknya apa yang diperbuatnya itu.” (HR. Tirmidzi)


Dusta yang Ditoleransi
Maimun bin Mahran berkata, “Dusta dalam sebagian perkara lebih baik dari kejujuran. Bagaimanakah pendapatmu jika ada seseorang yang mengejar orang lain dengan membawa pedang untuk membunuhnya lalu orang yang dikejar itu masuk rumah, kemudian orang yang mengejar itu bertanya kepadamu ‘Apakah kamu melihat si Fulan?’. Apa yang akan Anda katakana? Tidakkah Anda menjawabnya, ‘Tidak tahu?’ Anda tentu tidak jujur kepadanya, tetapi kedustaan ini wajib Anda lakukan.

Pembicaraan adalah sarana untuk mencapai tujuan. Setiap tujuan terpuji yang bisa dicapai dengan kejujuran dan kedustaan maka melakukan kedustaan dalam hal ini adalah haram. Jika bisa dicapai dengan kedustaan tetapi tidak bisa dicapai dengan kejujuran maka kedustaan dalam hal ini adalah mubah, jika pencapaian hal itu memang mubah, atau wajib jika pencapaian tujuan itu sendiri wajib dilakukan.

Dari Ummu Kultsum, ia berkata: Aku tidak pernah mendengar Rasulullah saw. memberikan keringanan dalam berdusta kecuali menyangkut tiga hal: Seseorang yang mengucapkan perkataan untuk tujuan perdamaian, seseorang yang mengucapkan perkataan dalam perang dan seseorang yang berbicara kepada istrinya atau istri yang berbicara kepada suaminya.” (HR. Muslim)

Ketiga hal tersebut di atas merupakan pengecualian (untuk berdusta) yang disebutkan secara tegas, sedangkan hal-hal lain bisa disamakan dengannya jika terkait dengan tujuan yang benar.

1.b.xii. Penyakit Keduabelar: Menggunjing (Ghibah)
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (al-Hujurat:12)

.”Setiap Muslim bagi Muslim yang lain haram darah, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim)

“Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling bersaing, dan janganlah kalian saling membuat makar. Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Para shahabat ra. saling bertemu dengan gembira dan tidak menggunjing bila saling berpisah. Mereka menganggap hal tersebut sebagai amal perbuatan yang paling utama sedangkan kebalikannya merupakan tradisi orang-orang munafiq.

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (al-Humazah:1)
Ibnu Abbas berkata, “Apabila kamu hendak menyebut aib saudaramu maka ingatlah aib dirimu sendiri.”

Makna Ghibah dan Batasannya
Ghibah ialah menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya seandainya ia mendengarnya, baik kamu menyebutkan dengan kekurangan yang ada pada badan (menyebut pendek, hitam dan semua hal yang menggambarkan sifat badannya yang tidak disukainya), nasab (mengatakan hina), akhlaq (mengataka buruk akhlaqnya, sombong, pengecut, dan lain sebagainya), perbuatan, perkataan, agama atau dunianya, bahkan pada pakaian, rumah dan kendaraannya.

Nabi saw. bersabda: “Tahukan kalian apa itu ghibah?” Sahabat menjawab, “Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi saw. bersabda: “Kamu menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya.” Ditanyakan, “Bagaimana jika apa yang aku katakana itu ada pada diri saudaraku itu?” Nabi saw. menjawab: “Jika apa yang kamu katakana itu ada pada dirinya maka sungguh kamu telah menggunjingnya dan jika tidak ada pada dirinya maka sungguh kamu telah menyebutkan hal yang dusta tentang dirinya.” (HR. Muslim)

Ghibah tidak Hanya Terbatas pada Lidah
Isyarat, anggukan, picingan, bisikan, tulisan, gerakan dan semua hal yang memberi pemahaman tentang apa yang dimaksud, maka ia masuk ke dalam ghibah dan diharamkan.

Contoh diantaranya adalah berjalan menirukan cara berjalannya. Ini adalah ghibah bahkan lebih berat dari ghibah dengan lidah, karena ia lebih kuat dalam penggambaran dan pemberian kesan.

Bentuk ghibah lainnya adalah mendengarkan ghibah dengan mengaguminya, karena dengan memperlihatkan kekagumannya sesungguhnya dia telah mendorong semangat orang yang melakukan ghibah. Bahkan orang yang diam saja ketika mendengar ghibah sama dengan orang yang melakukan ghibah.

Orang yang mendengar ghibah tidak terbebas dari dosa kecuali dengan mengingkari secara lisan atau dengan hatinya jika takut. Jika mampu melakukannya atau memotong omongannya dengan omongan lain tetapi dia tidak melakukannya maka dia berdosa.

“Siapa yang membela kehormatan saudaranya yang sedang dipergunjingkan, maka Allah akan membebaskannya dari api neraka.” (HR. Ahmad dan Thabrani)

Hal-hal yang Mendorong Ghibah
Secara umum, pendorong ghibah terangkum dalam sebab-sebab berikut :
  • Pertama, melampiaskan kemarahan.
  • Kedua, menyesuaikan diri dengan kawan-kawan, berbasa-basi kepada teman dan mendukung pembicaraan mereka. Apabila mereka “berpesta” dengan menyebutkan aib orang, maka ia merasa kalau perbuatan mereka itu ditentang pasti mereka berkeberatan dan menjauhi dirinya. Karena itu ia kemudian mendukung mereka dan menganggap hal tersebut sebagai pergaulan yang baik dan basa-basi dalam persahabatan.
  • Ketiga, ingin mendahului menjelek-jelekkan keadaan orang yang dikhawatirkan memandang jelek ihwalnya di sisi orang yang disegani.
  • Keempat, keinginan bercuci tangan dari perbuatan yang dinisbatkan (disebutkan) kepada dirinya.
  • Kelima, ingin membanggakan diri. Yaitu mengangkat dirinya dengan menjatuhkan orang lain. Misalnya berkata, “Si Fulan itu bodoh.” Maksud terselubung dari ucapannya ini adalah untuk mengukuhkan keunggulan dirinya dan memperlihatkan bahwa dirinya lebih tahu ketimbang orang tersebut.
  • Keenam, kedengkian.
  • Ketujuh, bermain-main, senda gurau, dan mengisi waktu kosong dengan lelucon.
  • Kedelapan, melecehkan dan merendahkan orang lain demi untuk menghinakannya. Penyebabnya adalah kesombongan dan menganggap kecil orang yang direndahkan itu.

Obat yang dapat Mencegah Lidah dari Ghibah
(a) Mengetahui bahwa ghibah dapat mendatangkan kemurkaan Allah
(b) Mengetahui bahwa ghibah dapat membatalkan kebaikan-kebaikannya di hari kiamat
(c) Mengetahui bahwa ghibah dapat memindahkan kebaikan-kebaikannya kepada orang yang digunjingnya, sebagai ganti dari kehormatan yang telah dinodainya; jika tidak memiliki kebaikan yang bisa dialihkan maka keburukan-keburukan orang yang digunjingnya akan dialihkan kepadanya.
(d) Jika hamba meyakini berbagai nash tentang ghibah niscaya lidahnya tidak akan melakukan ghibah karena takut kepada hal tersebut.
(e) Akan bermanfaat juga jika dia merenungkan tentang dirinya. Jika mendapatkan cacat maka ia sibuk mengurusi cacat dirinya dan merasa malu untuk tidak mencela dirinya lalu mencela orang lain.
(f) Akan bermanfaat baginya jika dia mengetahui bahwa orang lain merasa sakit karena ghibah yang dilakukannya sebagaimana dia merasa sakit bila orang lain menggunjingnya.

Sedangkan pengobatan secara rinci, adalah dengan memperhatikan sebab yang mendorong melakukan ghibah, karena obat penyakit adalah dengan memutus sebab-sebabnya.

Haramnya Ghibah dengan Hati
Buruk sangka adalah haram sebagaimana perkataan yang buruk juga haram.

Adapun lintasan-lintasan pikiran maka hal itu dima’afkan, bahkan keraguan hati juga dima’afkan, tetapi yang dilarang adalah prasangka.

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (al-Hujurat:12)


Anda tidak boleh meyakini keburukan orang lain kecuali bila Anda telah melihatnya dengan nyata sehingga tidak dapat diartikan dengan hal lainnya.

Beberapa Alasan yang Memberikan Rukhshah dalam Ghibah
1) Mengadukan kezhaliman.
2) Menjadi sarana untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang benar
3) Meminta fatwa
4) Memperingatkan orang Muslim dari keburukan
5) Jika orang yang disebutkan sudah dikenal dengan nama julukan yang mengungkapkan tentang cacatnya.
6) Jika orang yang disebutkan melakukan kefasikan secara terang-terangan

1.b.xiii. Penyakit Ketigabelas : Melibatkan Diri Secara Bodoh pada Beberapa Pengetahuan dan Pertanyaan yang Menyulitkan
Orang awam merasa senang melibatkan diri pada pengetahuan, karena syetan menumbuhkan khayalan bahwa dirinya termasuk kalangan ulama’ dan orang yang memiliki keutamaan. Syetan terus menimbulkan khayalan itu hingga dia berbicara tentang pengetahuan yang membawanya kepada kekafiran sedangkan dia tidak menyadarinya. Setiap orang yang ditanya tentang pengetahuan yang rumit sedangkan pemahamannya belum mencapai tingkatan tersebut maka ia adalah tercela. Karena sesungguhnya dia dalam kaitannya dengan pengetahuan tersebut sangat awam.


Maraji’
Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa, Mensucikan Jiwa : Konsep Tazkiyatun nafs Terpadu